Kayu putih (Melaleuca sp) termasuk ke dalam famili Myrtaceace dan ordo Myrtalae. Pohon kayu putih terdapat secara alami di daerah Asia Tenggara, yang tumbuh di dataran rendah atau rawa tetapi jarang ditemukan di daerah pegunungan.
Minyak atsiri kayu putih memiliki aktivitas stimulan dan relaksan serta memiliki fungsi sebagai antiseptik, astringen dan sedatif (penenang). Minyak kayu putih digunakan baik secara internal maupun eksternal. Secara tradisional minyak kayu putih digunakan untuk mengobati bronkitis, sinus dan radang tenggorokan, selain itu beberapa penyakit yang dapat diobati dengan minyak asiri kayu putih adalah jerawat, memar, diare, sakit telinga, eksim, sakit kepala, cegukan, peradangan, malaria, psoriasis, rematik, sakit gigi, kelainan tulang dan persendian, luka bakar dan kram. Minyak kayu putih sering di kombinasikan dengan minyak herbal lainnya untuk mengobati bronkitis, batuk, pneumonia dan flu. Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimanakah cara memperoleh minyak pohon kayu putih?
Yang menarik dan cukup tradisional, penarikan minyak atsiri dari pohon kayu putih dapat dilakukan dengan meremas daun kayu putih atau dapat juga dilakukan dengan merebus daun kayu putih ini. Cara ini memang sederhana, tetapi minyak kayu putih yang terekstrak hanya dalam jumlah yang sedikit. Ada beberapa cara ekstraksi minyak kayu putih yang efektif dan dapat menghasilkan minyak terekstraksi dalam jumlah banyak, yang selanjutnya akan dibahas yaitu dengan cara destilasi uap air dan metode soxhletasi.
Salah satu proses ekstraksi minyak kayu putih yang menarik adalah
dalam hal minyak pohon kayu putih (tea tree oil) ini, proses pengadaannya dapat dilakukan dengan menyuling uap air, yang didapatkan melalui mesin penyuling atau sering disebut dengan destilasi. Proses ini dilakukan berdasarkan produksi uap melalui dedaunan pohon kayu putih yang sebelumnya telah dimasukkan ke wadah dan kemudian dinyalakan ke kapasitor. Cairan kemudian dituangkan ke dalam gelas rendah. Pada dasarnya, cairan yang lebih ringan akan berada di atas dan kemudian disuling.
Destilasi uap merupakan metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak menguap (esensial) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal.
Penyarian minyak menguap dilakukan dengan cara menempatkan simplisia (bagian tanaman yang telah dikeringkan) dan air dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap kemudian uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia. Uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga. Campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri.
Cara lain yang tidak kalah menarik dan membutuhkan pelarut dalam jumlah yang sedikit namun cukup efektif untuk menghasilkan minyak terekstraksi adalah dengan cara soxhletasi. Soxhletasi adalah suatu metode penyarian yang menggunakan alat soxhlet dari gelas yang bekerja secara kontinyu. Pada proses ini sampel yang akan disari dimasukkan pada alat soxhlet, lalu setelah dielusi dengan pelarut yang cocok sedemikian rupa sehingga akan terjadi dua kali sirkulasi dalam waktu 30 menit. Adanya pemanasan menyebabkan pelarut keatas lalu diembunkan oleh pendingin udara menjadi tetesan-tetesan yang akan terkumpul kembali dan bila melewati batas lubang pipa samping soxhlet, maka akan terjadi sirkulasi yang berulang-ulang akan menghasilkan penyarian yang baik.
Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantong ekstraksi (kertas, karton dan sebagainya) di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu. Wadah gelas yang berisi sampel diletakkan diantara labu suling dan suatu pendingin aliran balik. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipa pipet, berkondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang akan diekstraksi dan membawa keluar bahan yang diekstraksi.
Larutan yang terkumpul dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimal secara otomatis dipindahkan ke dalam labu dengan demikian zat yang akan terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni berikutnya. Pada cara ini bahan terus diperbaharui artinya dimasukkan bahan pelarut bebas bahan aktif. Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter atau campuran etanol dan air. Air atau etanol menjadi acuan cairan pengekstraksi karena banyak bahan tumbuhan larut dengan air atau etanol.
Keuntungan penggunaan metode soxhletasi pada ekstraksi minyak kayu putih ini adalah :
o Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung.
o Digunakan pelarut yang lebih sedikit
o Pemanasannya dapat diatur
Taken from this sources:
Dewan Atsiri Indonesia dan IPB. 2009. Minyak Atsiri Indonesia. Online. ( http://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/2009/06.html, diakses tanggal 24 Oktober 2009)
Febri, Pratita. 2008. Efek Analgetika Ekstrak Etanol Daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendron L). online. (http://etd.eprints.ums.ac.id/978/1/K100020031.pdf, diakses tanggal 24 Oktober 2009)
Sekilas Tentang Tea Tree Oil (Minyak Pohon Kayu Putih). 2008. Online. (http://www.epochtimes.co.id/keluarga.php?id=19, diakses tanggal 24 Oktober 2009)
Sabtu, 31 Oktober 2009
CerPenQ : Senyum Terakhir Sera
Sera masih saja duduk termenung di depan beranda sore itu, masih memikirkan semua kenangan masa kecil yang telah ia lalui bersama Danu. Dalam hati ia berpikir apakah sahabat kecilnya itu kini masih mengingat dan merindukannya seperti apa yang Sera rasakan saat ini.
Kring…Kring…nada ponsel membuyarkan lamunan Sera. Dengan malas ia tekan tombol answer .
“Ser, hari ini tugas kamu jagain pasien. Kamu cepetan ke sini ya, ada pasien baru yang mesti dirawat…”
Belum sempat Sera mengiyakan, sambungan telepon terputus. Sera pasrah dan segera mengganti bajunya dengan seragam, lalu ia bergegas keluar. Kurang dari 20 menit ia telah sampai di sebuah panti rehabilitasi, tempat pemulihan para pecandu narkoba.
“Akhirnya kamu datang juga. Oya, tugas kamu sekarang ngerawat pasien baru di ruang 21.”
“Oke, aku ke sana. Thanks Na, kamu bisa pulang sekarang, tugas kamu kan udah selesai.”
“Yah…tapi hati-hati ya, pasien yang satu ini agak syerem…dingin banget, tadi sempet aku ajak ngobrol bentar, he say no words, tapi cakep lo, hehe..”
“Kamu ada-ada aja! ya udah…cepetan pulang deh.”
Sera melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati menuju ruang 21. Sesampai di ruang itu dilihatnya seorang cowok dengan wajah kuyu dan rambut semrawut sedang memandang sebuah foto. Entah foto apa yang dilihatnya hingga tanpa sadar setitik air menetes dari pelupuk matanya.
“Hmm…selamat siang. Kenalkan, aku Sera. Perawat yang ditugaskan untuk menjaga kamu. Boleh aku tau kenapa kamu menangis setelah memandang foto yang kamu pegang?”
Tak ada jawaban. Sera lalu berkata lagi,
“Oke, aku gak akan ganggu kamu. Tapi ini jam makan siang. Jadi kamu harus makan makanan yang udah disiapkan.”
Wajah yang tertunduk itu lalu memandang Sera dengan tatapan tajam. Ia baca nama yang tertera di seragam yang dikenakan Sera. Nama itu tak asing baginya.
“Nama kamu bagus.”
Sera kaget mendengar ucapan cowok itu, lalu berkata, “Makasih.”
Pandangan cowok itu beralih ke sebuah cincin yang terlingkar di jari manis Sera. Cincin yang diberikan Randi sebagai tanda pertunangan mereka memang memperindah jari-jari Sera yang lentik.
“Cincin kamu juga indah. Pasti cincin pernikahan kamu?” tanya cowok itu lagi.
“Makasih atas pujian kamu. Tapi aku ke sini bukan untuk jawab pertanyaan kamu, sekarang tolong kamu segera makan.” Jawab Sera
“Buat apa makan? Aku gak nafsu. Lagian gak ada yang berharap aku sembuh. Gak ada yang sayang sama aku, Ser…”
Sera merasa iba. Belum sempat ia menjawab, cowok itu lalu berkata,
“Aku gak sanggup menjalani ini, Ser. Orang tuaku meninggal saat usiaku 16 tahun. Dan aku gagal menjaga adikku sendiri yang kehilangan nyawa karena drugs. Aku ngerasa bersalah, dan karena itu aku ingin menyusulnya, menebus rasa bersalahku.”
“Kalau kamu pikir dengan cara ini kamu bisa menebus kesalahan, kamu salah besar. Harusnya kamu perbaiki hidup kamu.” Ujar Sera dengan mata berkaca-kaca kemudian berlalu dari cowok itu.
***
Keesokan harinya Sera menuju ruang itu lagi. Sepi. Entah kemana pasien yang harus dirawatnya. Sebelum hendak melangkahkan kakinya, Sera mengambil sebuah foto yang terjatuh di lantai. Dilihatnya foto itu, sebuah foto yang mengingatkan Sera pada masa kecilnya. Dengan cepat ia keluar kamar dan mencari pasiennya itu. Langkahnya terhenti setelah kedua matanya menangkap sosok cowok itu duduk di taman, dengan sebuah gitar di pangkuannya.
“Danu….. kamu Danu kan?” sergap Sera yang benar-benar ingin tau apakah dugaannya benar.
“Kalau aku gak meninggalkan foto itu di kamarku, apakah kamu akan menyadari kalau aku memang benar-benar Danu?”
“Maaf Dan, 18 tahun bukan waktu yang singkat bagiku untuk terus mengingat wajah kamu. Tapi jujur aku gak pernah melupakanmu. Dan, aku pikir kita gak akan pernah bertemu lagi. Kamu pasti sembuh Dan, karena masih ada orang yang sayang banget sama kamu. Termasuk aku….”
“Cincin itu udah jadi bukti kalau kamu melupakanku.” Danu lalu meninggalkan Sera.
***
Hari itu Sera terbaring lemas menahan rasa sakitnya. Setelah bertahun-tahun bertahan melawan leukimia, kini ia hanya bisa meringkuk di rumah sakit. Mata Sera tertutup rapat. Ia koma. Dan pernikahannya dengan Randi pun telah dibatalkannya, karena bukan Randi cowok yang diharapkannya.
“Ser, aku ingin kamu sembuh. Karena bertemu kamu, aku jauh dari belenggu drugs. Aku janji akan menikahi kamu setelah kamu sembuh nanti.” Ujar Danu yang duduk di samping ranjang Sera.
Dilihatnya sebuah senyum tipis tersungging dari bibir Sera. Senyum terindah dan terakhir yang diberikan Sera untuk Danu.
Kring…Kring…nada ponsel membuyarkan lamunan Sera. Dengan malas ia tekan tombol answer .
“Ser, hari ini tugas kamu jagain pasien. Kamu cepetan ke sini ya, ada pasien baru yang mesti dirawat…”
Belum sempat Sera mengiyakan, sambungan telepon terputus. Sera pasrah dan segera mengganti bajunya dengan seragam, lalu ia bergegas keluar. Kurang dari 20 menit ia telah sampai di sebuah panti rehabilitasi, tempat pemulihan para pecandu narkoba.
“Akhirnya kamu datang juga. Oya, tugas kamu sekarang ngerawat pasien baru di ruang 21.”
“Oke, aku ke sana. Thanks Na, kamu bisa pulang sekarang, tugas kamu kan udah selesai.”
“Yah…tapi hati-hati ya, pasien yang satu ini agak syerem…dingin banget, tadi sempet aku ajak ngobrol bentar, he say no words, tapi cakep lo, hehe..”
“Kamu ada-ada aja! ya udah…cepetan pulang deh.”
Sera melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati menuju ruang 21. Sesampai di ruang itu dilihatnya seorang cowok dengan wajah kuyu dan rambut semrawut sedang memandang sebuah foto. Entah foto apa yang dilihatnya hingga tanpa sadar setitik air menetes dari pelupuk matanya.
“Hmm…selamat siang. Kenalkan, aku Sera. Perawat yang ditugaskan untuk menjaga kamu. Boleh aku tau kenapa kamu menangis setelah memandang foto yang kamu pegang?”
Tak ada jawaban. Sera lalu berkata lagi,
“Oke, aku gak akan ganggu kamu. Tapi ini jam makan siang. Jadi kamu harus makan makanan yang udah disiapkan.”
Wajah yang tertunduk itu lalu memandang Sera dengan tatapan tajam. Ia baca nama yang tertera di seragam yang dikenakan Sera. Nama itu tak asing baginya.
“Nama kamu bagus.”
Sera kaget mendengar ucapan cowok itu, lalu berkata, “Makasih.”
Pandangan cowok itu beralih ke sebuah cincin yang terlingkar di jari manis Sera. Cincin yang diberikan Randi sebagai tanda pertunangan mereka memang memperindah jari-jari Sera yang lentik.
“Cincin kamu juga indah. Pasti cincin pernikahan kamu?” tanya cowok itu lagi.
“Makasih atas pujian kamu. Tapi aku ke sini bukan untuk jawab pertanyaan kamu, sekarang tolong kamu segera makan.” Jawab Sera
“Buat apa makan? Aku gak nafsu. Lagian gak ada yang berharap aku sembuh. Gak ada yang sayang sama aku, Ser…”
Sera merasa iba. Belum sempat ia menjawab, cowok itu lalu berkata,
“Aku gak sanggup menjalani ini, Ser. Orang tuaku meninggal saat usiaku 16 tahun. Dan aku gagal menjaga adikku sendiri yang kehilangan nyawa karena drugs. Aku ngerasa bersalah, dan karena itu aku ingin menyusulnya, menebus rasa bersalahku.”
“Kalau kamu pikir dengan cara ini kamu bisa menebus kesalahan, kamu salah besar. Harusnya kamu perbaiki hidup kamu.” Ujar Sera dengan mata berkaca-kaca kemudian berlalu dari cowok itu.
***
Keesokan harinya Sera menuju ruang itu lagi. Sepi. Entah kemana pasien yang harus dirawatnya. Sebelum hendak melangkahkan kakinya, Sera mengambil sebuah foto yang terjatuh di lantai. Dilihatnya foto itu, sebuah foto yang mengingatkan Sera pada masa kecilnya. Dengan cepat ia keluar kamar dan mencari pasiennya itu. Langkahnya terhenti setelah kedua matanya menangkap sosok cowok itu duduk di taman, dengan sebuah gitar di pangkuannya.
“Danu….. kamu Danu kan?” sergap Sera yang benar-benar ingin tau apakah dugaannya benar.
“Kalau aku gak meninggalkan foto itu di kamarku, apakah kamu akan menyadari kalau aku memang benar-benar Danu?”
“Maaf Dan, 18 tahun bukan waktu yang singkat bagiku untuk terus mengingat wajah kamu. Tapi jujur aku gak pernah melupakanmu. Dan, aku pikir kita gak akan pernah bertemu lagi. Kamu pasti sembuh Dan, karena masih ada orang yang sayang banget sama kamu. Termasuk aku….”
“Cincin itu udah jadi bukti kalau kamu melupakanku.” Danu lalu meninggalkan Sera.
***
Hari itu Sera terbaring lemas menahan rasa sakitnya. Setelah bertahun-tahun bertahan melawan leukimia, kini ia hanya bisa meringkuk di rumah sakit. Mata Sera tertutup rapat. Ia koma. Dan pernikahannya dengan Randi pun telah dibatalkannya, karena bukan Randi cowok yang diharapkannya.
“Ser, aku ingin kamu sembuh. Karena bertemu kamu, aku jauh dari belenggu drugs. Aku janji akan menikahi kamu setelah kamu sembuh nanti.” Ujar Danu yang duduk di samping ranjang Sera.
Dilihatnya sebuah senyum tipis tersungging dari bibir Sera. Senyum terindah dan terakhir yang diberikan Sera untuk Danu.
Langganan:
Postingan (Atom)