Sera masih saja duduk termenung di depan beranda sore itu, masih memikirkan semua kenangan masa kecil yang telah ia lalui bersama Danu. Dalam hati ia berpikir apakah sahabat kecilnya itu kini masih mengingat dan merindukannya seperti apa yang Sera rasakan saat ini.
Kring…Kring…nada ponsel membuyarkan lamunan Sera. Dengan malas ia tekan tombol answer .
“Ser, hari ini tugas kamu jagain pasien. Kamu cepetan ke sini ya, ada pasien baru yang mesti dirawat…”
Belum sempat Sera mengiyakan, sambungan telepon terputus. Sera pasrah dan segera mengganti bajunya dengan seragam, lalu ia bergegas keluar. Kurang dari 20 menit ia telah sampai di sebuah panti rehabilitasi, tempat pemulihan para pecandu narkoba.
“Akhirnya kamu datang juga. Oya, tugas kamu sekarang ngerawat pasien baru di ruang 21.”
“Oke, aku ke sana. Thanks Na, kamu bisa pulang sekarang, tugas kamu kan udah selesai.”
“Yah…tapi hati-hati ya, pasien yang satu ini agak syerem…dingin banget, tadi sempet aku ajak ngobrol bentar, he say no words, tapi cakep lo, hehe..”
“Kamu ada-ada aja! ya udah…cepetan pulang deh.”
Sera melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati menuju ruang 21. Sesampai di ruang itu dilihatnya seorang cowok dengan wajah kuyu dan rambut semrawut sedang memandang sebuah foto. Entah foto apa yang dilihatnya hingga tanpa sadar setitik air menetes dari pelupuk matanya.
“Hmm…selamat siang. Kenalkan, aku Sera. Perawat yang ditugaskan untuk menjaga kamu. Boleh aku tau kenapa kamu menangis setelah memandang foto yang kamu pegang?”
Tak ada jawaban. Sera lalu berkata lagi,
“Oke, aku gak akan ganggu kamu. Tapi ini jam makan siang. Jadi kamu harus makan makanan yang udah disiapkan.”
Wajah yang tertunduk itu lalu memandang Sera dengan tatapan tajam. Ia baca nama yang tertera di seragam yang dikenakan Sera. Nama itu tak asing baginya.
“Nama kamu bagus.”
Sera kaget mendengar ucapan cowok itu, lalu berkata, “Makasih.”
Pandangan cowok itu beralih ke sebuah cincin yang terlingkar di jari manis Sera. Cincin yang diberikan Randi sebagai tanda pertunangan mereka memang memperindah jari-jari Sera yang lentik.
“Cincin kamu juga indah. Pasti cincin pernikahan kamu?” tanya cowok itu lagi.
“Makasih atas pujian kamu. Tapi aku ke sini bukan untuk jawab pertanyaan kamu, sekarang tolong kamu segera makan.” Jawab Sera
“Buat apa makan? Aku gak nafsu. Lagian gak ada yang berharap aku sembuh. Gak ada yang sayang sama aku, Ser…”
Sera merasa iba. Belum sempat ia menjawab, cowok itu lalu berkata,
“Aku gak sanggup menjalani ini, Ser. Orang tuaku meninggal saat usiaku 16 tahun. Dan aku gagal menjaga adikku sendiri yang kehilangan nyawa karena drugs. Aku ngerasa bersalah, dan karena itu aku ingin menyusulnya, menebus rasa bersalahku.”
“Kalau kamu pikir dengan cara ini kamu bisa menebus kesalahan, kamu salah besar. Harusnya kamu perbaiki hidup kamu.” Ujar Sera dengan mata berkaca-kaca kemudian berlalu dari cowok itu.
***
Keesokan harinya Sera menuju ruang itu lagi. Sepi. Entah kemana pasien yang harus dirawatnya. Sebelum hendak melangkahkan kakinya, Sera mengambil sebuah foto yang terjatuh di lantai. Dilihatnya foto itu, sebuah foto yang mengingatkan Sera pada masa kecilnya. Dengan cepat ia keluar kamar dan mencari pasiennya itu. Langkahnya terhenti setelah kedua matanya menangkap sosok cowok itu duduk di taman, dengan sebuah gitar di pangkuannya.
“Danu….. kamu Danu kan?” sergap Sera yang benar-benar ingin tau apakah dugaannya benar.
“Kalau aku gak meninggalkan foto itu di kamarku, apakah kamu akan menyadari kalau aku memang benar-benar Danu?”
“Maaf Dan, 18 tahun bukan waktu yang singkat bagiku untuk terus mengingat wajah kamu. Tapi jujur aku gak pernah melupakanmu. Dan, aku pikir kita gak akan pernah bertemu lagi. Kamu pasti sembuh Dan, karena masih ada orang yang sayang banget sama kamu. Termasuk aku….”
“Cincin itu udah jadi bukti kalau kamu melupakanku.” Danu lalu meninggalkan Sera.
***
Hari itu Sera terbaring lemas menahan rasa sakitnya. Setelah bertahun-tahun bertahan melawan leukimia, kini ia hanya bisa meringkuk di rumah sakit. Mata Sera tertutup rapat. Ia koma. Dan pernikahannya dengan Randi pun telah dibatalkannya, karena bukan Randi cowok yang diharapkannya.
“Ser, aku ingin kamu sembuh. Karena bertemu kamu, aku jauh dari belenggu drugs. Aku janji akan menikahi kamu setelah kamu sembuh nanti.” Ujar Danu yang duduk di samping ranjang Sera.
Dilihatnya sebuah senyum tipis tersungging dari bibir Sera. Senyum terindah dan terakhir yang diberikan Sera untuk Danu.
Sabtu, 31 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar